Sekilas tentang ChildFund Foundation, Yayasan Teratai Putih, dan GSM Putro Linuwih
ChildFund adalah organisasi nonprofit internasional yang bergerak dibidang pengembangan dan perlindungan anak, terutama anak-anak di daerah terbelakang di dunia yang rentan terhadap penelantaran akibat kemiskinan. Selain itu, sasarannya juga mencakup tempat tinggal anak beserta fasilitas-fasilitasnya yang menunjang tumbuh kembang mereka. Istilah untuk menyebut anak-anak yang diasuh oleh organisasi ini diberi nama ‘anak enrolled’ yang dapat diartikan sebagai anak dampingan atau anak asuh, yang didaftar karena dinilai membutuhkan bantuan dalam berbagai aspek kehidupannya, mulai dari tempat tinggal, penjaminan hak-haknya, hingga pendidikannya. Mereka akan mendapatkan sponsor yang juga tergabung dalam kerja samanya dengan ChildFund, biasanya berasal dari negara maju AS, Inggris, Swedia, Australia, China, dll. Organisasi yang berpusat di Virginia, AS ini telah membantu anak-anak tidak mampu di negara-negara berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di negeri ini ada beberapa daerah yang menjadi target ChildFund, salah satunya Kota Yogyakarta, tepatnya di Kabupaten Bantul, tempat dimana saya tinggal.
ChildFund telah beroperasi di Kabupaten Bantul sejak tahun 2008, 2 tahun pasca gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006. Untuk mencapai targetnya, ChildFund bekerja sama dengan Yayasan Teratai Putih Yogyakarta, sebuah yayasan yang didirikan oleh GKR Hemas dan dikelola oleh PKK Yogyakarta. Yayasan ini kemudian membentuk Gerakan Swadaya Masyarakat (GSM) bernama Putro Linuwih sebagai jembatan nyata antara anak-anak enrolled untuk berkomunikasi dengan sponsornya masing-masing, serta menyampaikan manfaat baik berada di organisasi ini melalui program-program membangunnya.
Di Kabupaten Bantul ini, ada 4 desa yang menjadi target GSM Putro Linuwih, yaitu Desa Gilangharjo dan Desa Wijirejo di Kecamatan Pandak, dan Desa Desa Sumbermulyo dan Desa Mulyodadi di Kecamatan Bambanglipuro. Keseluruhan ada sekitar 1000 lebih anak enrolled yang terdaftar dari keempat desa tersebut.
GSM Putro Linuwih masih dibantu lagi oleh BMM (Badan Musyawarah Masyarakat) yang berada di kelurahan, di tiap desa anak enrolled masing-masing untuk kemudahan koordinasi. Di tingkat desa ini, ditunjuk seorang yang mengampu BHS (Bagian Hubungan Sponsor) tingkat desa, yang kemudian menunjuk seorang BHS dusun-BHS dusun di desa tersebut. BHS dusun inilah yang terjun langsung mendampingi anak enrolled dalam hal penulisan surat untuk sponsor, penyaluran undangan pengambilan DFC, dan pendampingan pertemuan kelompok.
Setiap bulannya, GSM Putro Linuwih selalu mengadakan kegiatan positif bersama anak-anak enrolled yang melibatkan volunteer/relawan masyarakat. Dan sejauh ini, ada banyak kegiatan yang sudah dicapai dan terus berlangsung adanya, baik untuk anak enrolled maupun masyarakat dan lingkungan dimana anak tinggal, seperti membantu pendirian PAUD di dusun-dusun, kegiatan forum anak, kegiatan parenting, kursus desain grafis gratis, workshop kewirausahaan, pembentukan KKPA (Komite Kesejahteraan dan Perlindungan Anak), pembentukan Tim Tabloid Cakrawala, pemberian sepeda untuk anak enrolled, beragam sosialisasi, dan masih banyak lagi.
Enumerasi Sekaligus Melihat Dusun-Dusun Lebih Dekat
Terpilih kembali menjadi enumerator adalah hal yang menarik bagi saya. Di enumerasi tahun sebelumnya, selalu ada pesan dan motivasi yang saya dapatkan ketika saya menyambangi rumah-rumah anak enrolled untuk melakukan enumerasi. Pun bertegur sapa dengan warga dan beramah-tamah dengan mereka yang memperlakukan saya dengan baik, adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Terlebih karena dusun-dusun yang saya datangi adalah dusun-dusun yang berada di wilayah Desa Gilangharjo, dimana saya tinggal di sini. Saya merasa, bahwa kedatangan saya ke rumah-rumah anak enrolled bukanlah sebagai orang asing yang datang dari kelas dan tempat yang berbeda, namun sebagai tetangga satu desa. Alhasil, mereka menyambut saya dengan keakraban yang luar biasa.
Di tahun ini, enumerasi diadakan lagi dan dengan pekerjaan yang lebih menantang. Hanya ada 6 enumerator terpilih dari 4 desa yang harus siap merampungkan enumerasi dan CVS yang biasanya dikerjakan oleh BHS dusun-BHS dusun. Keenam orang ini adalah saya dan Bu Arum dari Desa Gilangharjo, Mas Okta dari Desa Sumbermulyo, Bu Ella dan Mbak Inda dari Desa Mulyodadi, dan Mbak Ika dari Desa Wijirejo. Kami berenam akan mengenumerasi sebanyak 1000 lebih anak enrolled dalam kurun waktu satu bulan, mulai pertengahan Januari hingga Februari 2019. Saya sempat terkejut ketika mengetahui bahwa setiap dari kami akan mendapat jatah 189-199 anak enrolled; saya sendiri mendapatkan jatah sebanyak 194 anak enrolled yang tinggal di Dusun Depok, Dusun Gunting, Dusun Ngaran, Dusun Karanggede, Dusun Krekah, Dusun Tegallurung, Dusun Jogodayoh, Dusun Kanutan, dan Dusun Siten. Keenam dusun pertama berada di lingkup Kelurahan Gilangharjo, sementara sisanya berada di lingkup Kelurahan Sumbermulyo. Sementara waktu enumerasi hanya 1 bulan. Targetnya, dalam satu hari harus mengumerasi 15 anak.
Enumerasi dimulai pertengahan Januari 2019 saat hujan turun sehari-hari. Saya mengenumerasi dari rumah anak enrolled yang satu ke yang lainnya dengan sepeda motor, dan ketika hujan turun, saya terpaksa harus berhenti atau pulang ke rumah. Ternyata ada banyak kendala selain hujan, yaitu anak-anak enrolled sangat sulit dijumpai saat siang hari. Berlakunya lima hari sekolah membuat saya hanya bisa menjumpai mereka saat sore hari, hari Sabtu, dan hari Minggu. Lambat laun, belajar dari perjalanan sebelumnya, saya kemudian membuat strategi. Anak enrolled yang belum bersekolah dan PAUD saya temui saat pagi hari, anak yang bersekolah di TK dan SD saat siang setelah pukul 1, dan anak yang bersekolah di SMP dan SMA saat sore setelah pukul 3. Saat sore hari, saya hanya bisa melakukan enumerasi sampai pukul setengah enam. Sebab data enumerasi harus mencantumkan foto anak, sementara pada petang dan malam hari, foto akan terlihat buram. Foto yang buram tidak bisa dipakai untuk melengkapi data.
Ada juga anak-anak enrolled yang bersekolah di pondok pesantren, sehingga saya menemui mereka di pondoknya. Atau anak-anak yang tinggal di daerah lain, saya selalu siap untuk menemui dan menunggu mereka.
Selain pengaturan waktu, saya juga siap dengan kondisi geografis dusun-dusun yang saya kunjungi. Dusun-dusun tersebut kebanyakan berupa pegunungan dan banyak pepohonan, beberapa jalan menanjak yang tidak diaspal menjadi becek saat hujan, dan yang sudah beraspal menjadi berlumut dan licin. Seperti saat mengenumerasi salah satu anak enrolled di Dusun Krekah yang rumahnya berada di ‘paling atas’, saya terpaksa membawa sepeda motor saya naik melewati jalan yang becek, berada di antara kebun, dan sepi. Saya berjuang ‘ngesot-ngesot’ memaksa motor saya naik melewati jalan belumpur. Dan sesampainya di atas, saya terpaksa meninggalkan motor saya karena ternyata rumah anak enrolled masih berada di atas tebing lagi. Saya harus jalan kaki. Hal yang sama saya alami saat mengenumerasi salah seorang anak enrolled di Dusun Ngaran.
Enumerasi adalah pekerjaan yang menyenangkan sekaligus menantang. Pekerjaan ini juga bisa berjalan berkat warga yang membantu dalam pencarian alamat anak enrolled. Terlebih lagi yang berada di Dusun Jogodayoh, Siten, dan Kanutan. Saya tidak mengenal seorang pun di sana, atau hafal jalannya. Jadi bantuan warga sangat membantu sekali. Untuk target yang berada di Gilangharjo, sudah tidak menjadi masalah lagi.
Perjalanan enumerasi kami dipantau pembimbing, yaitu Paklik Wanto dan Mbak Yusti. Setiap minggunya, kami harus mengumpulkan data enumerasi ke merela untuk dicek dan dikirim ke ChildFund. Saya sempat malu saat mengumpulkan data, karena saya hanya mendapat perolehan sedikit dibandingkan enumerator lainnya. Hal itu dikarenakan saya tidak mempunyai waktu akibat UTS yang berlangsung hingga sore hari. Namun setelah UTS berakhir, saya memacu semangat saya untuk ‘gercep’ alias gerak cepat.
Enumerator juga mempunyai grup WhatsApp untuk berkonsultasi tentang kemungkinan kendala-kendala di lapangan dan untuk menceritakan bagaimana serunya perjalanan enumerasi kami. Mas Okta misalnya, ia bercerita kalau ia menggunakan lampu sorot sepeda motornya saat memotret anak enrolled pada malam hari. Dan Bu Arum bercerita bahwa saat ia menemui anak enrolled yang masih balita, anak itu tidak mau dan mau melemparinya dengan batu. Saya sendiri selalu membagikan foto daerah pegunungan yang saya kunjungi.
Enumerasi berakhir pada Februari 2019. Banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan saat enumerasi. Seperti, kita harus ramah dengan warga, dan bersyukur atas apa yang kita miliki. Karena banyak anak yang kondisinya tidak seberuntung kita. Dari pertanyaan yang kita ajukan, kita bisa tahu bagaimana kehidupan mereka dari jawaban mereka. Ada juga anak enrolled difabel yang saya temui. Dia hanya tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Dia kesulitan berbicara saat menjawab pertanyaan, tapi tidak ingin berhenti menjawab. Kemudian saya tahu bahwa anak itu semangat sekolah yang diantar ibunya hanya dengan naik sepeda dan ia punya talenta mendesain baju. Betapa kita tidak boleh menilai seseorang dari fisiknya. Saya banyak belajar untuk lebih menghargai orang lain. Enumerasi ini juga sekaligus untuk silaturahmi, beberapa ibu anak enrolled bahkan tak segan-segan menghidangkan makanan dan menyuruh saya berkunjung lagi. Pada akhirnya, saya akan merindukan perjalanan enumerasi yang menyenangkan ini. Semoga ada kesempatan lagi.