Aku mulai familiar dengan nama Harun Yahya semenjak duduk di kelas dua SMP, tepatnya tahun 2011. Waktu itu guru Pendidikan Agama Islam sering mengajak kami untuk belajar di teras musholla. Usai materi, kami pun diperbolehkan untuk menonton video pembelajaran tentang agama Islam dari VCD-VCD yang tak terhitung jumlahnya.
Kami menyaksikan video pembelajaran tentang alam semesta dan kematian seseorang yang durhaka. Dari keterangannya, VCD itu diproduksi oleh Harun Yahya. Video yang kami tonton benar-benar membuat kami speechless dan bergidik ngeri waktu itu. Gambar yang dimuat dalam video disajikan tanpa sensor dan dengan kualitas yang tinggi. Ditambah dengan iringan suara tilawah Al-Quran yang mengetuk hati tiap orang untuk segera bertaubat. “Ingatlah pada kematian!” Suara itu muncul dari sosok Harun Yahya yang diciptakan alam imajinasiku. Namun di samping itu, sebenarnya aku heran mengapa video tanpa sensor itu diperbolehkan dan diperdagangkan untuk sekolah kami, yang artinya akan dikonsumsi oleh kami. Apalagi sekolah kami adalah sekolah negeri, bukan madrasah atau pondok pesantren.
Akhirnya, tanpa kusangka-sangka, satu tahun kemudian aku bersekolah di madrasah dan sekaligus merangkap sebagai santri di sebuah pesantren modern beraliran Gontor. Perjumpaanku dengan karya Harun Yahya rupanya berlanjut, mungkin Allah membantuku untuk menuntaskan rasa heran dan penasaranku. Aku ingat betul, ada seorang ustadzah Bahasa Inggris yang menyampaikan informasi tentang Harun Yahya: “Buku-bukunya bagus,” dan kelihatahan sekali ustadzah sangat menyukai karya Harun Yahya dari mimik wajahnya. Aku semakin penasaran. Sudah jelas Harun Yahya ini bukan hanya seorang “syaikh” yang membuat konten video Islami, melainkan juga seorang penulis. Tapi ketika kucoba mencari bukunya di perpustakaan madrasah, hasilnya justru nol besar! Apakah buku Harun Yahya tidak familiar di kalangan santri?
Tahun 2014, tahun kedua di pesantren. Aku dan sahabatku, Farhatunnisa, iseng-iseng pergi ke Perpusda DIY saat perizinan keluar diberikan untuk santri. Niat kami hanya ingin meminjam buku bacaan dan membaca buku sebentar di ruang baca. Ketika itu aku tidak menyangka akan menemukan buku Harun Yahya. Buku itu berisi tentang zionisme dan kebrutalan Israel di Palestina. Memuat banyak gambar kondisi ruang dan manusia korban kejahatan Israel dengan lampiran kritik yang tajam. Selain itu juga gambar-gambar koran yang memberitakan zionisme dengan Bahasa Turki. Lagi-lagi, gambar-gambar yang disisipkan juga tanpa sensor. Anak-anak yang berdarah-darah, perempuan yang menjerit, bangunan-bangunan yang luluh lantak, kebun zaitun yang menangis…. semuanya tergambar jelas.
Harus aku akui, ya, buku itu sangat bagus. Untuk orang yang sangat peduli dengan Palestina dan menentang zionisme pasti langsung melahap buku itu sampai habis. Ditambah kertas bukunya yang berkualitas dan gambar yang sangat jelas. Sebetulnya aku pun ingin membacanya sampai selesai, tapi nyaliku menciut. Gambar-gambar mengerikan tanpa sensor itu bakal menghantuiku setiap malam. Aku memutuskan untuk membacanya secara random dan ditemani oleh Farhatunnisa.
Sejak saat itu, sesungguhnya aku tidak lagi menaruh perhatian besar terhadap Harun Yahya yang tak kuketahui seperti apa wajah dan pawakannya itu. Hingga empat tahun kemudian, pada tahun 2018…
Aku mengenal seorang penulis kelahiran Madura, namanya Bernando J. Sujibto— biasa kupanggil Kak Bje. Ia adalah lulusan pascasarjana Universitas Selçuk, Konya, Turki. Ia mempunyai komunitas atau tim yang menyajikan berita tentang Turki, memberikan les Bahasa Turki, hingga menerbitkan buku tentang Turki. Sementara aku termasuk penggemar Bahasa Turki dan buku-bukunya. Hingga pada suatu hari, ia mengumumkan di akun Instagram perihal bukunya yang akan segera terbit. Judulnya ‘Harun Yahya Undercover, “Sisi Lain” yang Harus Kalian Ketahui’. Sontak aku pun terbelalak membacanya. Dari judulnya saja sudah bisa kutebak bahwa ada yang tidak beres. Pikiranku sejenak gempar dan keinginan untuk membaca buku itu tak bisa disabarkan lagi. Buku bersampul merah tua dengan background foto yang kukira adalah Harun Yahya— yang wajahnya sama sekali tidak mencirikan seorang syaikh atau ulama, itu pasti menyimpan banyak kejutan yang akan membuat pembaca geleng-geleng.
Benar saja. Setelah mendapatkan bukunya aku pun langsung menggali informasi tentang Harun Yahya. Sembari membaca, aku hanya bisa geleng-geleng dan beristighfar berulang kali. Kenyataannya begitu pahit. Nama Harun Yahya bukanlah nama ‘seorang’ syaikh atau agamawan yang memiliki ‘satu wajah’. Ia bukanlah ‘penulis tunggal’ atas buku-buku dan karya-karya yang disebarkan di banyak negara di dunia dengan penduduk mayoritas Muslim. Nama aslinya adalah Adnan Oktar, seorang Turki yang mengajarkan feminisme di kalangan perempuan Turki. Harun Yahya lebih pantas disebut sebagai nama ‘brand‘ atau ‘kelompok’ yang didalangi oleh Adnan Oktar sendiri. Dan ternyata, ia juga mempunyai channel TV pribadi yang menyiarkan acara perkumpulannya dengan wanita-wanita yang kelewat seksi penampilannya. Sesekali ia mengatakan sesuatu tapi ‘tidak jelas’ apa intinya. Di buku dijelaskan banyak sekali mengenai Adnan Oktar disertai sumber-sumber yang jelas bahkan yang remeh-temeh seperti link thread Twitter milik orang yang bekerja bersamanya.
Ada satu hal lagi kebenaran yang memaksaku harus menepuk jidat sendiri. Adnan Oktar ternyata telah bermasalah dengan hukum alias ‘tercyduk‘ ketika aku masih menonton video dan membaca bukunya. Ia dituduh melakukan banyak kejahatan bahkan tindak asusila. Meski begitu, ia baru benar-benar diamankan dan tamat pada tahun 2018 lalu. Aku yakin sekali, beberapa tahun lalu informasi mengenai tertangkapnya Adnan Oktar belum sampai ke Indonesia. Tapi, jika sudah pun, apakah mungkin bukunya akan diringkus?
Selepas membaca, aku mencari pembuktian. Aku melakukan check and recheck di Instagram dan Youtube untuk melihat aktivitas Adnan Oktar yang terdokumentasi. Ternyata memang sesuai dengan apa yang digambarkan di buku. Aku juga sempat menggunggah foto buku itu di status WhatsApp. Disitu aku langsung mendapat komentar dari 2 orang teman, seorang Turki dan seorang Azerbaijani. Intinya mereka mengatakan kalau Adnan Oktar adalah orang yang sesat dan kini telah dipenjara.
Ah, Harun Yahya. Dulu aku pernah berpikir bahwa ia mungkin seorang syaikh seperti Syaikh Yusuf Qaradhawi atau Zakir Naik. Aku bersyukur sekali adanya buku ‘Harun Yahya Undercover’ ini telah menjawab rasa penasaranku. Dan atas izin Allah, buku ini telah menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah yang harus aku ketahui. Wal akhir, alhamdulillah. Dan terima kasih, Kak Bje, atas bukunya yang sangat bermanfaat!
Syukurlah berakhir dengan baik dan tidak salah jalan ya mbak …
LikeLiked by 1 person
Iya mbak.. Untung juga saya orangnya ngga langsung ikut dan percaya gitu aja 😀🙏
LikeLiked by 1 person
Yupz…
LikeLike
Dulu saya termasuk orang yang dicekoki doktrin Harun Yahya. Tanpa melihat sisi lain dari Harun Yahya pun, nurani saya sudah bertolak belakang.
LikeLike
Wah sampai dicekoki ? 😮😮
LikeLike
kalu aku waktu kecil dicekoki kunyit. Biar makannya banyak dan cepet gede. hehe
LikeLiked by 1 person
hihihi… 😁😄
LikeLike
Kencur kali yang bisa bikin tambah nafsu makannya.
LikeLiked by 1 person
campuran mungkin mas, soalnya lebih dominan pahitnya. 😀
LikeLike
Yuk dolan dan tanya ke Mbok Jamu aja… ha ha ha.
LikeLiked by 1 person
iya, tar kalo mbak Jamu lewat… minta jamu strong sekalian ..hahaha
LikeLike
Oish siap… biar kan setrong kanan setrong kiri. Ha ha ha
Lho ini kan lapak punya orang, kenapa malah nyampah di sini sih. Maafkan kami ya, Mbak Frida.
Maaf. Ya.
Closed*
LikeLike
pindah ke WAG, mas Ndobos 😀
LikeLike
Haha gpp kok. Lha ini mbok jamu datang 😆…kok nambah nafsu makan pake itu ya.. pakenya temulawak atau daun pepaya 😅😅
LikeLike
Sama, Frida. Pernah suka buku Harun Yahya, sebelum akhirnya terkuak siapa sebenarnya dia.
LikeLiked by 2 people
Wah, Harun Yahya! Ini salah satu nama yang melegenda sih di ingatanku, hahaha. Aku jadi ingat sama salah satu VCD-nya. Tentang alam semesta, kalau nggak salah. 😀 Dan … aku syok banget pas baca ini. :”) Bener2 baru tau sekarang, sejak aku kenal namanya tahun 2010. Musti rajin-rajin cari informasi lagi, nih.
Omong-omong, salam kenal ya, Mbak! 🙂
LikeLiked by 2 people
Ya.. Seharusnya aku menulis ini tahun lalu pas habis beli bukunya. Tapi, entahlah, baru kesampaian sekarang.
Salam kenal balik, kak 😁🤝
LikeLiked by 1 person
The ugly truth about Harun Yahya a.k.a Adnan Oktar. Aku juga pernah menuliskan hal ini saat berita tertangkapnya dia itu viral. bisa cek di sini https://ishfah7.wordpress.com/2018/07/13/the-ugly-truth-about-adnan-oktar-a-k-a-harun-yahya/
LikeLike
Uwoww thanks Kang. Btw saya memang beli bukunya 2018 lalu, tapi baru saya tulis di blog sekarang. Makasih ya,, saya baca 👍
LikeLike
Siapp
LikeLike
Dulu awal kuliah saya juga sempat mantengin Harun Yahya, tulisan2 dan video-nya, gara2 kayak bombastis banget bantah teori Darwin. Jadi penasaran. Tapi gak sampai suka sih. Eh ternyata terkuak sekarang dia hanya nyebarin pseudosains. Yang cewek2 seksi di Youtube ada. Kalau gak salah namanya The Kittens gitu. Channel TV-nya Adnan Oktar. Parah memang. Gak jelas dia. Kalau gak salah saya nonton dr liputan Vice.
LikeLiked by 1 person
Iya the kittens.. atau disebutnya kedicikler.. saya pas nonton di youtube juga syok lihatnya.. sakit itu orang 😅
LikeLike
Tahun 1978 di emperan Blok-M banyak beredar komik agama [Islam] yang secara eksplisit menggambarkan orang-orang yang disiksa di neraka, sambil di sana-sini diselingi dengan kutipan ayat. Ada biji mata yang di.., alat.. yang di.. Yah, pokoknya luar biasa vulgar dan sadis ilustrasinya. Sebagai muslim, saya mengumpat dalam hati (kebetulan saya termasuk yang sempat buka dan lihat-lihat sebentar, meski tidak beli). Masuk koran. Heboh. Lalu komik-komik tipis seharga seratusan perak itu menghilang dari pandangan.
Awal tahun 2000-an saya baru kenal HY lewat bukunya ‘Runtuhnya Teori Evolusi’. Hardcover, kertas klinyir. Dari mata turun ke hati, saya beli. Ada juga fakta yang disajikan memang, tetapi jauh lebih banyak noraknya. Satu hal kunci ialah: saat butuh ‘argumen ilmiah’, HY gemar sekali pakai ayat (sabda Tuhan). Lah, mana bisa sains didekati dengan cara seperti itu?
Masalahnya tentu bukan di sabdanya, tapi orangnya: siapa yang berhak menafsirkan sabda itu? Lha wong bintang, kucing, manusia Tuhan-nya itu-itu juga tapi buktinya ada banyak agama gini (dan masing-masing agama punya cabang-ranting dst sendiri-sendiri). Ini kenapa kita tidak bisa pakai ‘argumen Tuhan’ untuk urusan sains. Saya tidak baca buku HY lagi.
Bagi saya secara pribadi, HY (juga pembuat komik di atas) bukan ilmuwan atau ahli agama, tapi cuma orang yang cukup cerdas (dan tega) memanfaatkan keawaman banyak orang—termasuk kehausan mereka akan tontonan/sensasi (dan bukannya berpayah-payah menggunakan akal budi untuk mencari tuntunan/memahami substansi). Sepertinya kita memang perlu awas terhadap siapa pun yang suka bawa-bawa/mengatasnamakan Tuhan secara ‘tidak pada tempatnya’. 🙂
https://artikel867913207.wordpress.com/2018/07/13/harun-yahya-penjahat-yang-bertopeng-ilmuawan/
LikeLiked by 1 person