Samber Mata

Suatu petang, sebelum koronavirus datang menyerbu negeri zamrud khatulistiwa ini, aku menjemput adikku dari les taekwondo di sekolahnya. Saat itu waktu sudah hampir Maghrib, terdengar murottal Al Quran dan shalawat yang dilantunkan dari masjid-masjid. Kami pulang menelusuri jalan beraspal di tengah sawah dengan kecepatan 40 km/jam. Lintasan yang kami lalui tersebut dekat dengan pemukiman penduduk, oleh sebab itu aku tidak berani mengebut. Selain itu, sepasukan serangga samber mata sudah merajai jalan, menghambur ke siapa saja yang lewat, tak terkecuali kami. Adikku menutup kaca helmnya sehingga terdengar riuh bunyi samber mata yang menabraki kaca. Sementara aku, menyipitkan mata di sepanjang perjalanan dan merasakan cukup banyak samber mata yang sudah masuk ke helm, jilbab, dan juga masker. 

Adikku menyeletuk, “Kok samber mata keluarnya mesti jam segini, sih, Kak?
Aku sebetulnya tidak punya jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan selayaknya ada sumber yang sudah aku baca sebelumnya, namun dengan santainya aku memberikan jawaban pada adikku, “Iya, soalnya mereka ngingetin kita supaya nggak keluar-keluar pas Maghrib. Kalo keluar siap-siap aja diserang mereka. Maghrib ya di rumah aja, waktu yang bagus buat zikir,” Terlepas dari jujur atau ngawurnya jawaban ini, adikku ternyata percaya begitu saja pada jawabanku itu, persis seperti Upin & Ipin yang dengan wajah innocentnya memercayai cerita Kak Ros tentang ular sawah yang tidak lagi berbisa.

Sulit sekali menemukan informasi di internet yang menjelaskan tentang spesies kecil ini lengkap beserta taksonominya. Ketika aku mengetikkan ‘serangga samber mata’ di mesin pencarian, yang muncul hanyalah artikel tentang kelilipan samber mata. Dan ketika kuklik informasi gambar mengenainya, yang muncul malah gambar samber lilin, mata merah, dan juga hantu yang konon muncul saat petang hari, namanya wewe gombel.  Gambar Grandong si tangan kanan Mak Lampir juga ikutan muncul wkwkwk. Kok bisa, sih? ~

Lantas, sebenarnya apa serangga samber mata ini? Coba kujelaskan. Seperti namanya, serangga samber mata dikenal sebagai serangga terbang yang suka menyambar mata para pengendara yang petang-petang berani melewati daerah kekuasannya, yaitu jalanan di tengah persawahan dan di pedesaan yang kanan kirinya bersemak-semak. Samber mata keluar secara bergerombol dan terbang di sepanjang jalan-jalan tersebut dari sebelum Maghrib hingga waktu Isya. Bisa dibilang mereka adalah hewan nocturnal. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari nyamuk, mungkin sebesar lalat buah dan kutu beras. Akan tetapi, tubuh dan sayapnya lebih keras. Pengendara yang menaiki sepeda motor bisa melihat samber mata ini  berkelap-kelip seperti kunang-kunang ketika terkena sorot lampu motornya. Tapi harus berhati-hati dan menyipitkan mata agar tidak kelilipan. Jika mata kelilipan samber mata, maka akan timbul rasa pedih dan perih.

Jadi, tidak ada keterangan yang membuktikan bahwa samber mata adalah utusan yang memperingatkan orang-orang untuk tidak kelayapan saat Maghrib, supaya mereka beribadah dan berzikir di rumah, atau supaya tidak diculik wewe gombel seperti orang Jawa bilang. Mungkin saat aku menjawab pertanyaan adikku pada petang itu, alam bawah sadarku mengarahkanku untuk memakai cocoklogi. Atau dengan begitu aku berniat berprasangka baik terhadap makhluk lain, membingkainya dalam karangan cerita yang menjadi nasihat dan pelajaran untukku juga adikku. Meski pada kenyataannya, samber mata memanglah hewan nocturnal yang lazim saja muncul saat petang tiba, seperti halnya kelelawar dan kunang-kunang.

18 thoughts on “Samber Mata

  1. Baca ini saya jadi googling “samber mata” karena baru pertama kali tahu ada hewan jenis itu. Belum berhasil nemu meski dengan kata kunci “samber mata + wiki”. Semoga saya enggak akan berpapasan dengan mereka karena tadi nemu tulisan yang bilang kalo kena samber mata serasa kena cabe.

    Liked by 1 person

    1. hewan ini hanya ada di daerah pedesaan kok kak 😅 kalau di kota yang ramai sepertinya gak ada. hehehe.. gak serasa kena cabe kok. kalau samber matanya belum bisa dikeluarin dari mata, rasanya ngganjel dan perih. saya paling tidak seminggu sekali pasti kena samber mata itu. 😬

      Like

  2. Sebagai anak yang tinggal di desa dan harus melewati jalanan aspal dengan view sawah di kanan kiri, aku udah sering bgtttt nih jadi korban samber mata ini. Untung aku pake kacamata jadi setidaknya sedikit lebih aman, walaupun kadang ada yang kena mulut & idung juga sih kalau pas lagi gapakai masker :”(

    Liked by 1 person

    1. iya sama bangettt hihihi… 🙂 kalo kaca helm ditutup jalan jadi ngeblurr kan.. tapi kalo ga pake helm, nanti samber matanya masuk ke kerudung juga terus masuk ke daun telinga. begitu nanti sampe rumah buka kerudung, pada terbang itu hewan.. haha.. sabar ya kak nadd, udah pengalaman kita sehari-hari ituuhh

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s