Terima kasih kepada para sesepuh dan orang tua yang bijak bestari, yang telah berlaku setiti lan ngati-ati dalam menggunakan benda-benda yang dimilikinya, lalu mengajarkan laku penuh rasa menghargai itu kepada anak cucunya, yang salah satunya adalah saya.

Melihat kembali beberapa tahun silam di mana saya mulai bekerja dan berpenghasilan di usia yang tak lebih dari angka 20, ada satu pertanyaan dari seorang tetangga yang masih saya ingat hingga kini, “Sudah punya uang, sudah bisa beli apa saja?”
Sejak pertanyaan itu mengemuka, saya hanya memahami bahwa ada segelintir orang yang mendefinisikan orang-orang yang bekerja dan berpenghasilan sebagai mereka yang dapat memiliki fasilitas hidup serba-bagus atau investasi yang tersandang di badan, sehingga dapat dilihat perubahan “kuantitas” dirinya. Tidak lebih. Setelah itu, saya bahkan tidak ujug-ujug membuat perubahan secara fisik dengan penghasilan yang saya peroleh. Misalnya, mengenakan perhiasan, berbusana serba-trendy, atau mengganti motor matic Beat saya dengan Scoopy.
Continue reading “Memuas(a)kan Diri”