Per(gaul)an

Melihat teman-teman yang lebih berhasil dan beruntung dalam hal pendidikan, terkadang bikin saya—yang tak kunjung menyelesaikan kuliah di usia 24—makin resah dan minder. Pada sebuah pertemuan, saya mencoba mengakrabi suasana dan bersikap manis seperti halnya mereka yang well-educated, barangkali saya pun memaksakan diri untuk terlibat obrolan yang tidak saya mengerti. Mencoba meraba-raba apa yang sedang mereka bahas, lalu berkomentar sekenanya tanpa argumentasi yang jelas. Saya cukup tahu diri, sampai tiba waktu saya menyadari bahwa puncak pengertian itu seharusnya adalah ‘diam’. Tanpa usaha keras untuk mencari alasan di balik ‘sekat’ itu, saya paham kalau secara kapasitas berpikir, cara berbicara atau berkomunikasi, dan pengejawantahan ilmu pengetahuan, sarjana lebih unggul daripada lulusan SMA. Maka tak heran kalau cara bersosialisasinya pun berbeda.

Saya tidak ingin bilang bahwa posisi seseorang yang hanya lulusan SMA sebagai minoritas biasa dikesampingkan dalam sebuah pergaulan oleh para sarjana yang mendominasi. Melalui tulisan ini pun saya tidak bermaksud ingin menyudutkan sarjana, sebab keadaan yang terbentuk secara alami dalam pergaulan tersebut memang tak ada yang bisa mencegahnya. Semua orang hanya ingin memiliki dan menjadi bagian dari circle yang positif.

Hanya saja, berkaca pada pengalaman pribadi, pengotak-kotakan terjadi tak hanya sekali, seolah membuktikan bahwa pencapaian (juga kualitas) pendidikan tak hanya dibutuhkan seseorang untuk memasuki ekosistem perusahaan, tetapi juga dalam pergaulan yang sebatas ‘teman nongkrong buat ngobrol-ngobrol’ sekalipun. Saya tidak tahu apakah ini sekadar pikiran buruk yang datang akibat insekuritas berlebihan, atau penglihatan yang tidak jernih sehingga salah menafsirkan pergaulan yang sebetulnya positif dan didamba banyak orang.

Sering kali saya bertanya pada diri sendiri, “Apakah sekarang kamu menyesal karena dulu tak lekas kuliah dan menyelesaikannya bersama teman-teman yang lain?” Dan jawaban yang saya temukan tetap saja ‘Tidak’. Melihat ke belakang lagi, meskipun sedikit kecewa dan ingin menangis sejadi-jadinya, rasanya saya cukup puas dengan semua hal yang telah saya upayakan. Meniti waktu yang berat dan melelahkan, tetapi saya tidak pernah berpangku tangan. Hingga detik ini.

Menjadi sarjana adalah cita-cita, entah itu ditempuh dalam waktu yang cepat atau lambat, segera atau sempat tertunda. Kiranya mendapat jatah ‘sempat tertunda’, semoga tidak mematahkan asa untuk tetap berkarya. Dan kelak setelah saya berhasil menjadi sarjana, saya tak ingin merasa jemawa, apalagi membuat teman-teman yang memilih untuk tidak menjadi sarjana tidak nyaman bergaul dengan saya. ###

Pada Malam Minggu Kudengar Cinta Bercerita

Setiap dari kita pasti memaknai cinta secara berbeda-beda. Kita yang sedang berbunga-bunga karena jatuh cinta, dengan kita yang sedang patah hati karena ditinggal cinta, tentu menempatkan cinta di sudut yang berbeda dalam kisah cinta yang kita punya. Bagi saya pribadi, cinta terbesar adalah cinta yang datang dari Tuhan melalui ibu yang melahirkan saya. Cinta terbesar juga dimiliki alam semesta yang ia curahkan untuk kehidupan saya dan manusia lainnya, walau tanpa kita sadari, dalam hubungan ini ialah yang paling sering tersakiti.

Jadi begini, manteman. Malam Ahad lalu, saya dan Kak Fahmi berbincang-bincang dengan cinta sebagai topiknya. Ide topik tentang cinta ini tentu datang dari Kak Fahmi, yang secara depan-belakang-atas-bawah lebih mendalami cinta daripada saya. Saya mah jelas belum apa-apanya, Mang.

Continue reading “Pada Malam Minggu Kudengar Cinta Bercerita”

Srawung

Menjadi bagian dari masyarakat pedesaan Jawa bukanlah hal yang memalukan bagi saya. Mungkin saya pernah sakit hati ketika dibilang ‘ndeso’ atau ‘kampungan’, namun itu dulu saat pemahaman saya tentang pedesaan masih sangat dangkal. Lain halnya dengan sekarang. Bahkan kini saya pun merasa bahwa orang-orang yang pernah bilang demikian pada saya atau orang desa lainnya telah berubah pikiran. Desa pada masa sekarang telah menjadi tempat yang menyenangkan bagi mereka berekreasi dan menimba ilmu tentang kearifan lokal. Jangankan mereka, saya sebagai anak desa pun senang ketika melakukannya di desa lain.

Sejak kecil, saya dididik dalam suasana keluarga Jawa yang kental, diajari kecapakan yang orang desa wariskan, berikut tata cara srawung (bergaul) dan subasita (tata krama/sopan santun) dari segi bahasa/lisan dan perilaku. Soal menuntut ilmu, keluarga saya tidak pernah mengekang atau menghalang-halangi. Mereka bisa dikatakan modern tapi tidak meninggalkan sisi konservatifnya, cukup open minded, mengerti kesetaraan gender, dan menjunjung tinggi peribahasa jer basuki mawa beya (setiap keinginan/cita-cita itu membutuhkan biaya).

UNSPLASH
Continue reading “Srawung”

Q&A with Kak Ranty Seputar Zero Waste Lifestyle

Memilih Zero Waste Lifestyle

Belakangan ini, zero waste lifestyle atau gaya hidup minim sampah semakin banyak menarik perhatian society kita untuk mengadopsinya. Perubahan baik ini tentu tidak lepas dari rasa prihatin kita terhadap kualitas lingkungan yang kian menurun dengan adanya kasus sampah di TPA yang membludak, global warming, climate change, kebakaran hutan, deforestasi, dan bentuk kerusakan mengerikan lainnya. Perubahan ini juga muncul berkat peran pemerintah, komunitas, dan sosok-sosok peduli lingkungan dalam menyuarakan isu-isu lingkungan serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya zero waste. Mereka menggawangi adanya aksi dan diskusi terkait topik tersebut. Selain itu, peran bulkstore pun tidak kalah penting. Mereka menawarkan produk eco friendly sebagai solusi menekan kasus pencemaran lingkungan, sekaligus menjadi inspirasi bagi pengusaha lain untuk menerapkan green business. Continue reading “Q&A with Kak Ranty Seputar Zero Waste Lifestyle”

Samber Mata

Suatu petang, sebelum koronavirus datang menyerbu negeri zamrud khatulistiwa ini, aku menjemput adikku dari les taekwondo di sekolahnya. Saat itu waktu sudah hampir Maghrib, terdengar murottal Al Quran dan shalawat yang dilantunkan dari masjid-masjid. Kami pulang menelusuri jalan beraspal di tengah sawah dengan kecepatan 40 km/jam. Lintasan yang kami lalui tersebut dekat dengan pemukiman penduduk, oleh sebab itu aku tidak berani mengebut. Selain itu, sepasukan serangga samber mata sudah merajai jalan, menghambur ke siapa saja yang lewat, tak terkecuali kami. Adikku menutup kaca helmnya sehingga terdengar riuh bunyi samber mata yang menabraki kaca. Sementara aku, menyipitkan mata di sepanjang perjalanan dan merasakan cukup banyak samber mata yang sudah masuk ke helm, jilbab, dan juga masker. 

Continue reading “Samber Mata”

Referensi Belajar Bahasa Turki Tengah Dicari

Akhir-akhir ini, aku melihat cukup banyak orang yang antusias dengan Bahasa Turki— atau mungkin hanya perasaanku saja. Posku yang berjudul ‘Catatan Belajar Bahasa Turki’ yang terbit satu tahun silam, ada saja yang mengunjunginya setiap hari. Bukan apa, tapi terkadang angka pengunjungnya lebih tinggi dari pada pos-pos yang lain. Itulah mengapa aku berniat untuk menyinggungnya di sini di hari Sabtu yang luang ini. Continue reading “Referensi Belajar Bahasa Turki Tengah Dicari”

lebaran hari ketiga

pagi
dan nyanyian hujan
dan secangkir coklat
dan rindu sewarna pelangi
mengalir ke sebuah muara
usai mimpi berkelana
berayun-ayun di bawah rindangnya angkasa
semalaman

lebaran hari ketiga tiba
toples-toples kaca dielap sunyi
ketupat tersisa dua biji
opor dan gudeg kiranya masih ada
di dalam panci
dalam benak terdengar sendawa panjang
paman-paman mengelus perut kenyang
lalu catur digelar di atas kelakar
lêbaran selalu membuat kita lébaran
oh, sayang. semua hilang dalam satu kedipan

pagi
dan nyanyian hujan
dan secangkir coklat
dan rindu sewarna pelangi
berpisah usai dayung keenam
liku perjalanan diresapi
sendirian.

bantul, 26 mei 2020

Ramadan di Tengah Pandemi

Setiap generasi pasti akan ikut merasakan suatu bencana atau kejadian buruk yang terjadi di dunia. Atau katakanlah, manusia tidak akan pernah terbebas dari keduanya selama masa hidupnya. Ada manusia yang mengambil pelajaran darinya, ada pula yang menyangsikan keadilan Sang Maha Kuasa. Kakungku pernah bercerita, ketika masa-masa PKI menyusup ke daerah kami dan ada tetangga yang tergabung di dalamnya, kakung melihat gerombolan PKI menyeret seseorang hingga mengelupas kulit kepalanya. Ada seorang wanita yang juga melihatnya, tapi ia menjadi gila karena terus terbayang kelupasan kulit kepala. Tetangga yang tergabung dalam PKI itu tertangkap dan di penjara selama entah berapa tahun, tapi ketika pulang dia berubah menjadi seorang yang taat beribadah. Aku sendiri pernah mengikuti jamaah solat yang ia imami, hanya saja saat itu aku masih kecil dan tidak tahu kalau ia adalah ex-PKI. Beberapa tahun kemudian aku baru bisa memahami.

Continue reading “Ramadan di Tengah Pandemi”

transformasi.

pinterest

tak ada yang benar-benar hilang. yang ada hanyalah transformasi. awan menjadi hujan menjadi apa-apa yang melaut menjadi uap menjadi sebentuk deru rindu memeluk bumi. kehilangan meninggalkan bekas bayang di sudut mata mengisi penuh pekat putus asa. transformasi menyisakan asa bahwa apa-apa kembali dalam kilau dan rupa-rupa berbeda. sekalipun nada detak nadinya tak lagi sama…

kita terlampau gelisah dalam balutan nimbus yang pada raganya terhunus petir-petir mencerai-berai angkasa. kita nyaris terhempas kala memanahkan malapetaka ke kawah dunia demi menghadirkan kembali apa-apa yang tlah tiada dalam takdirnya. mengapa lara hanya berujung sia-sia? beberapa harapan berpencar begitu pula titik pengabulan.

tak ada yang benar-benar hilang. yang ada hanyalah transformasi. tabib meramu penawar lagi. semoga sembuh sayat-sayat di sekujur tubuh bumi.

(ditulis di Mlati, 3 April 2020)

And The Liebster Award Goes To….

Aku sudah lama tidak mengepos tulisan di blog karena terus membiarkan bahan-bahan tulisan yang terlintas di pikiran berlalu begitu saja tanpa kutulis keywordnya. Membuka WordPress juga malas-malasan. Biasanya hanya untuk mengecek notifikasi dan membaca satu-dua tulisan teman-teman bloger. Jujur aku sudah menyiapkan tulisan tentang berkebun, tapi masih ada bagian yang belum rampung. Halaahh kelamaan, Frid! Keburu lebaran onta…

Sampai sehari yang lalu aku menerima notifikasi masuk dari Bang Ical (Yth. Bapak Ical, Kak A.S. Rosyid). “Frida! Aku mendaulat blogmu sebagai penerima Award blog terkece versiku. Diterima yaa awardnya! Keterangannya ada di blogku,” Sempat kaget dan tersanjung membaca pesan yang dikirimnya ke salah satu kolom komentar posku itu. Semestinya aku yang memberikan Liebster Award kepada Bang Ical, mengingat topik-topik yang diangkat blognya selalu keren dan…. bagiku sangat inspiratif. Entah kenapa justru ia yang memasukkan blog yang terkadang isinya carut-marut ini ke dalam nominasinya. Continue reading “And The Liebster Award Goes To….”

Öff Sıkılıyorum [Turkish]

Pinterest

Hey. Ne kadar zamandır karantinadayız? Nasıl hissediyorsunuz? Mutlu musunuz yada mutsuz mu? Yeni faydalı faaliyetler buldunuz mu veya sıkılmaya başladınız mı?

Kendim bunları yazdığımda heyecansız olarak yapıyorum ve sürekli evde olmaktan sıkılıyorum, oysa ki önceden can sıkıntısı önlemek için çok heyecanlıydım. Faydalı şey yapıyordum ve gülüyordum hergün. Bu felaketten paniklememek için çevremdeki insanları güçlendiriyordum bile. Onlara diyordum ki, “Panik yok arkadaşlar! Şikâyet yok!” Diyordum ki onlara, “Biz evdeyken güzel şeyler yapabiliriz değil mi?” Bu sıkıntılı günler sonra geçecek. Falan filan. Continue reading “Öff Sıkılıyorum [Turkish]”

Pertanyaan Absurd di Media Sosial

Bantul, 31 Maret 2020
Pukul 7:50 WIB

Aku harus mengakui bahwa Work From Home dan Study From Home yang sudah  berlangsung selama 10 hari lebih ini mulai terasa berat dan hampir memantik kegilaanku. Alasannya masih sama; aku yang tadinya selalu pulang sore, betah tidak betah kini harus berada di rumah sepanjang hari. Di rumah, terkadang aku fokus mengerjakan tugas-tugas kuliah dan pekerjaan, atau yang terakhir mengerjakan hal-hal kecil seperti menulis, menggambar, dan membuat eco enzyme (botol ke-6) dengan tenang. Aku pergi keluar hanya untuk belanja dan kegiatan sosial yang tak lebih dari 3 jam. Intinya, aku sudah berusaha mengisi waktuku dengan hal-hal positif. Continue reading “Pertanyaan Absurd di Media Sosial”